Jumat, 27 Agustus 2010

SAAT KESEPIAN MELANDA

Manusia dikatakan sebagai mahluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Namun, tidak sedikit dari manusia yang merasakan kesepian karena berbagai alasan. Saat manusia merasa kesepian, manusia dikatakan tidak ‘berfungsi’ dengan baik. Bahkan kita juga dapat sakit karena kesepian. Tidak hanya sakit secara mental, tapi juga sakit secara fisik. Meningkatnya tekanan darah, masalah dengan arteri, gangguan tidur, mudah stress, menurunkan kemampuan belajar dan kapasitas memori, bahkan kesepian juga dikatakan dapat meningkatkan kecendrungan untuk bunuh diri.
Pada anak-anak, kesepian dapat mengakibatkan berbagai masalah. Banyaknya anak usia sekolah yang keluar dari sekolah dikatakan besar pengaruhnya karena kegagalan anak untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Gagal beinteraksi tentu akan membuat anak mempertanyakan dirinya sendiri, apa yang salah dengan dirinya? Membuat jarak dengan orang lain dan tentu kesepian. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dengan perasaan sebagai ‘orang luar’ pada diri anak, anak dapat berperilaku tidak bertanggung jawab atau perilaku anti sosial lainnya yang dapat membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. Sedangkan untuk individu dewasa, kesepian merupakan penyebab utama depresi dan kecanduan alkohol. Dengan kata lain, kesepian juga menimbulkan berbagai masalah kepada individu. Namun kesepian akan lebih mudah dirasakan oleh wanita dibanding laki-laki.
Terbatasnya teman dekat serta kelangkaan kontak sosial dikatakan sebagai penyebab munculnya kesepian. Namun demikian, mencari teman saat kesepian pun bukan perkara mudah, karena saat kesepian, individu cenderung akan bereaksi negatif atas keadaan disekitarnya. Perasaan negatif tersebut juga akan mempengaruhi cara individu berinteraksi dengan orang lain. Di kehidupan sehari-hari, saat merasa kesepian, individu menjadi lebih cepat marah, berprasangka buruk, sensitive dan besar kemungkinan melebih-lebihkan segala sesuatu.
Lalu bagaimana cara untuk mengatasi kesepian. Sebuah penelitian yang dilakukan dibeberapa negara didunia menemukan bahwa terdapat beberapa faktor yang akan membantu mengurangi perasaan kesepian. Secara garis besar cara yang banyak digunakan adalah:
1. Menerima perasaan kesepian tersebut: Dengan tidak menyangkal rasa sepi yang melanda, individu diharapkan mampu berpikir positif dan mencari jalan keluar yang tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Menyangkal rasa sepi bisa mengakibatkan individu mengatasi dengan cara kedua, yaitu:
2. Berpaling pada minum-minuman keras dan zat berbahaya lainnya.
3. Mencari bantuan professional: bergabung dengan komunitas atau orang-orang yang juga kesepian atau berkonsultasi dengan psikolog
4. Mencoba menjalin kembali hubungan dengan koneksi sosial yang pernah dimiliki
5. Meningkatkan keaktifan dengan berbagai cara: menenggelamkan diri dalam pekerjaan, organisasi sosial, dll.
6. Mendekatkan diri ke faktor religiusitas dan kepercayaan.
Namun, penggunaan keenam cara mengatasi kesepian ternyata juga dipengaruhi oleh budaya. Sebagai contoh, individu dikawasan Amerika Utara, yang budaya nya mengedepankan individualistic (dimana tingkat kompetitif yang tinggi dan mengedepankan keberhasilan setiap individu sebagai hal utama) maka cara yang dianggap paling membantu adalah dengan menerima perasaan kesepian dan mencoba mencari bantuan dari pihak professional atau psikolog. Tidak hanya itu, penggunaan minum-minuman keras dan zat berbahaya lainnya sebagai cara untuk mengatasi kesepian juga paling banyak ditemukan di kawasan Amerika Utara dibanding kawasan lainnya diseluruh dunia. Menurut penulis hal tersebut juga dipengaruhi oleh sulitnya mencari dukungan sosial, dengan rasa individualism yang tinggi, individu akan cenderung untuk memikirkan dirinya sendiri dan seakan-akan melupakan orang lain. Pada tahap tertentu, individu justru berpendapat lebih mudah melarikan diri ke minum-minuman keras karena sulitnya mencari dukungan sosial.
Untuk Negara yang kultur budayanya cukup dekat dengan agama dan kepercayaan (seperti kawasan Asia Tenggara dan Amerika Selatan) maka penggunaan metode mendekatkan diri ke faktor religiusitas lebih banyak digunakan. Jika dibandingkan, metode pendekatan diri ke faktor religiusitas lebih banyak digunakan oleh wanita dibanding pria.
Namun secara garis besar, wanita di kawasan Amerika Utara dan Asia Tenggara, lebih banyak menggunakan cara menerima perasaan kesepian. Untuk kaum pria, mereka lebih banyak menggunakan cara meningkatkan keaktifan dengan berbagai cara. Hal tersebut dikatakan karena pria lebih terkait baik dengan pekerjaan maupun aktivitas saat santai dibanding wanita.
Kesepian merupakan satu dari berbagai perasaan yang tidak ingin dimiliki oleh individu. Namun demikian, ada saatnya dimana kita tidak bisa terlepas perasaan tersebut. Oleh karena itu, kenalilah diri anda dan, meskipun sulit, usahakan sebaik mungkin untuk menghindari kesepian. Jika memang pada akhirnya perasaan tersebut tidak bisa terhindar, segera temukan cara yang anda rasa paling tepat mengatasi kesepian anda.
Nova JoNo Ariyanto

SAAT KESEPIAN MELANDA

Manusia dikatakan sebagai mahluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Namun, tidak sedikit dari manusia yang merasakan kesepian karena berbagai alasan. Saat manusia merasa kesepian, manusia dikatakan tidak ‘berfungsi’ dengan baik. Bahkan kita juga dapat sakit karena kesepian. Tidak hanya sakit secara mental, tapi juga sakit secara fisik. Meningkatnya tekanan darah, masalah dengan arteri, gangguan tidur, mudah stress, menurunkan kemampuan belajar dan kapasitas memori, bahkan kesepian juga dikatakan dapat meningkatkan kecendrungan untuk bunuh diri.
Pada anak-anak, kesepian dapat mengakibatkan berbagai masalah. Banyaknya anak usia sekolah yang keluar dari sekolah dikatakan besar pengaruhnya karena kegagalan anak untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Gagal beinteraksi tentu akan membuat anak mempertanyakan dirinya sendiri, apa yang salah dengan dirinya? Membuat jarak dengan orang lain dan tentu kesepian. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dengan perasaan sebagai ‘orang luar’ pada diri anak, anak dapat berperilaku tidak bertanggung jawab atau perilaku anti sosial lainnya yang dapat membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. Sedangkan untuk individu dewasa, kesepian merupakan penyebab utama depresi dan kecanduan alkohol. Dengan kata lain, kesepian juga menimbulkan berbagai masalah kepada individu. Namun kesepian akan lebih mudah dirasakan oleh wanita dibanding laki-laki.
Terbatasnya teman dekat serta kelangkaan kontak sosial dikatakan sebagai penyebab munculnya kesepian. Namun demikian, mencari teman saat kesepian pun bukan perkara mudah, karena saat kesepian, individu cenderung akan bereaksi negatif atas keadaan disekitarnya. Perasaan negatif tersebut juga akan mempengaruhi cara individu berinteraksi dengan orang lain. Di kehidupan sehari-hari, saat merasa kesepian, individu menjadi lebih cepat marah, berprasangka buruk, sensitive dan besar kemungkinan melebih-lebihkan segala sesuatu.
Lalu bagaimana cara untuk mengatasi kesepian. Sebuah penelitian yang dilakukan dibeberapa negara didunia menemukan bahwa terdapat beberapa faktor yang akan membantu mengurangi perasaan kesepian. Secara garis besar cara yang banyak digunakan adalah:
1. Menerima perasaan kesepian tersebut: Dengan tidak menyangkal rasa sepi yang melanda, individu diharapkan mampu berpikir positif dan mencari jalan keluar yang tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Menyangkal rasa sepi bisa mengakibatkan individu mengatasi dengan cara kedua, yaitu:
2. Berpaling pada minum-minuman keras dan zat berbahaya lainnya.
3. Mencari bantuan professional: bergabung dengan komunitas atau orang-orang yang juga kesepian atau berkonsultasi dengan psikolog
4. Mencoba menjalin kembali hubungan dengan koneksi sosial yang pernah dimiliki
5. Meningkatkan keaktifan dengan berbagai cara: menenggelamkan diri dalam pekerjaan, organisasi sosial, dll.
6. Mendekatkan diri ke faktor religiusitas dan kepercayaan.
Namun, penggunaan keenam cara mengatasi kesepian ternyata juga dipengaruhi oleh budaya. Sebagai contoh, individu dikawasan Amerika Utara, yang budaya nya mengedepankan individualistic (dimana tingkat kompetitif yang tinggi dan mengedepankan keberhasilan setiap individu sebagai hal utama) maka cara yang dianggap paling membantu adalah dengan menerima perasaan kesepian dan mencoba mencari bantuan dari pihak professional atau psikolog. Tidak hanya itu, penggunaan minum-minuman keras dan zat berbahaya lainnya sebagai cara untuk mengatasi kesepian juga paling banyak ditemukan di kawasan Amerika Utara dibanding kawasan lainnya diseluruh dunia. Menurut penulis hal tersebut juga dipengaruhi oleh sulitnya mencari dukungan sosial, dengan rasa individualism yang tinggi, individu akan cenderung untuk memikirkan dirinya sendiri dan seakan-akan melupakan orang lain. Pada tahap tertentu, individu justru berpendapat lebih mudah melarikan diri ke minum-minuman keras karena sulitnya mencari dukungan sosial.
Untuk Negara yang kultur budayanya cukup dekat dengan agama dan kepercayaan (seperti kawasan Asia Tenggara dan Amerika Selatan) maka penggunaan metode mendekatkan diri ke faktor religiusitas lebih banyak digunakan. Jika dibandingkan, metode pendekatan diri ke faktor religiusitas lebih banyak digunakan oleh wanita dibanding pria.
Namun secara garis besar, wanita di kawasan Amerika Utara dan Asia Tenggara, lebih banyak menggunakan cara menerima perasaan kesepian. Untuk kaum pria, mereka lebih banyak menggunakan cara meningkatkan keaktifan dengan berbagai cara. Hal tersebut dikatakan karena pria lebih terkait baik dengan pekerjaan maupun aktivitas saat santai dibanding wanita.
Kesepian merupakan satu dari berbagai perasaan yang tidak ingin dimiliki oleh individu. Namun demikian, ada saatnya dimana kita tidak bisa terlepas perasaan tersebut. Oleh karena itu, kenalilah diri anda dan, meskipun sulit, usahakan sebaik mungkin untuk menghindari kesepian. Jika memang pada akhirnya perasaan tersebut tidak bisa terhindar, segera temukan cara yang anda rasa paling tepat mengatasi kesepian anda.
Nova JoNo Ariyanto

Senin, 23 Agustus 2010

Putus cinta bukan akhir dunia

Hampir semua dari kita pernah merasakan jatuh cinta. Hampir semua dari kita pula mungkin pernah merasakan sakit hati karena putus cinta atau cinta tidak berbalas. Banyak pertanyaan di fanpage ruangpsikologi menanyakan bagaimana mengobati sakit hati karena putus cinta. Gagal dalam cinta tentu saja mempengaruhi kehidupan sehari-hari, bahkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa putus cinta dapat merusak fungsi individu dalam kehidupan sosial. Untuk para remaja, sakit hati merupakan penyebab utama untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Sakit hati karena putus cinta tentu saja dirasakan oleh pria dan wanita. Wanita, lebih dikenal karena dikatakan lebih emosional dibanding laki-laki. Selain fakta bahwa laki-laki cenderung lebih mudah menyukai seseorang, perlu diketahui juga laki-laki lebih kesulitan untuk mengobati sakit hati karena putus cinta dibanding wanita.
Sakit hati karena putus cinta, diperkirakan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah 1) kedekatan sebuah hubungan; 2) lamanya sebuah hubungan: hasil penelitian menunjukkan tingkat stress lebih rendah dimiliki oleh individu yang baru beberapa minggu menjalin hubungan; dan 3) ‘kemudahan’ ketika mencari pasangan pengganti. Namun, tampaknya alasan dibalik putus cinta juga mempengaruhi, karena hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang ‘diputuskan’ secara mendadak dikatakan memiliki tingkat sakit hati yang lebih tinggi dibanding individu yang tidak mengalami hal serupa. Bahkan, individu yang putus cinta karena dikhianati dikatakan memiliki tingkat sakit hati hampir menyamai tingkat sakit secara fisik.
Alasan setiap pasangan berbeda ketika memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan, Mengatasi sakit hati karena hal tersebut bukanlah sebuah hal yang mudah. Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain adalah:
Sharing atau berbagi. Berbagi atau mencurahkan isi hati dikatakan mampu meringankan beban yang dirasakan karena berbagi mampu membantu otak melepaskan opiods atau zat yang meringankan stress. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pria lebih sulit melupakan sakit hati karena putus cinta, hal tersebut mungkin berkaitan dengan fakta bahwa wanita lebih mudah berbagi dibanding pria.
Berolah raga. Selain berbagi, opioids juga bisa dilepaskan otak melalui aktivitas berolahraga.
Relaksasi atau meditasi. Bentuk dari relaksasi dan meditasi yang bisa dilakukan pun bermacam-macam, seperti menarik nafas panjang, yoga atau bahkan menulis jurnal. Seperti yang dijelaskan pada artikel ‘Menulislah dan jangan bunuh diri’ menulis mampu mengurangi tingkat stress yang dirasakan.
Berkaitan dengan relaksasi dan berolahraga, langkah lain yang bisa dilakukan adalah tidur. Sulit tidur dan depresi merupakan hal-hal yang dapat muncul ketika seorang individu sedang merasakan patah hati. Merupakan hal yang sulit bagi individu untuk dapat tidur, oleh karena itu relaksasi, meditasi, dan olahraga dapat membantu untuk tidur. Namun perlu diingat bahwa terlalu banyak tidur juga dialami oleh beberapa individu yang patah hati, maka batasi lah jumlah tidur, 6-8 jam perhari.
Hal lain yang dikatakan membantu adalah dengan membayangkan melakukan dialog dengan pasangan. Bentuk dialognya lebih kearah mencurahkan isi hati, curahan isi hati pun dapat berupa cercaan atas beberapa sifat buruk yang dimiliki pasangan, atau bahkan pujian atas apa yang telah dilakukan pasangan. Mampu mengontrol dan memproses perasaan dikatakan sebagai salah satu cara untuk mengurangi efek negatif patah hati.
Hal-hal diatas dapat membantu proses penyembuhan karena gagal dalam cinta. Namun seperti yang sering kita dengar, dan didukung oleh survey sebuah penelitian, dua hal yang paling membantu patah hati adalah waktu dan kemudahan dalam mencari pasangan pengganti. Untuk waktu, penelitian menunjukkan bahwa dua bulan pertama merupakan waktu yang paling berat setelah patah hati untuk sebagian besar individu, namun dikatakan pula setelah itu sakit hati dapat berkurang sedikit demi sedikit. Sedangkan untuk pasangan baru, semakin mudah menemukan pengganti maka sakit hati yang dirasakan dapat berkurang.
Nova ‘JoNo’ Ariyanto
Sumber:
Field, F., Diego, M., Pelaez, M., Deeds, O., & Delgado, J. 2009. Breakup distress in university students. Adolescence; Winter 2009; 44, 176; ProQuest Social Science Journals pg. 705